Kandidat presiden Prancis Valerie Pecresse menekankan perlunya perbatasan Eropa yang kuat pada hari Jumat, 14/01/2022. Selama kunjungan ke Yunani yang juga akan melihat kunjungannya ke kamp pencari suaka di sebuah pulau Aegean yang digunakan oleh para migran untuk memasuki Eropa dari negara tetangga Turki.

Pecresse, kandidat presiden dari partai Republik yang konservatif dipandang oleh banyak orang sebagai penantang paling signifikan bagi Presiden tengah Emmanuel Macron — yang diperkirakan akan mencalonkan diri untuk pemilihan kembali pada bulan April meskipun dia belum mengumumkannya secara resmi.

“Tidak ada Eropa tanpa perbatasan, dan pertanyaan tentang perbatasan adalah kunci mutlak hari ini untuk membangun kekuatan Eropa”

kata Pecresse, berdiri di kaki Acropolis kuno di Athena.

Pecresse berusaha untuk meningkatkan statusnya sebagai calon negarawan dengan bepergian ke luar negeri, dan untuk membangun kredensialnya yang tangguh dalam migrasi saat ia mencoba untuk memikat pemilih menjauh dari sayap kanan Prancis yang berpengaruh.

“Ini sama sekali bukan benteng Eropa, tetapi juga bukan supermarket Eropa. Ketika kami memiliki titik masuk yang diperlukan, itu berarti ada pintu. Ada pintu dan Anda harus melewati pintu itu, dan bagi saya, itu adalah model Eropa saya,” katanya di awal kunjungan dua harinya.

“Contohnya kalau kita mau masuk ke rumah seseorang, kita ketuk pintunya dan minta izin untuk masuk. Ini bukan model di mana semuanya terbuka untuk semua orang.”

Seorang mantan menteri pemerintah dan presiden wilayah Paris saat ini, Pecresse memiliki pengalaman memerintah lebih banyak daripada kandidat terkemuka lainnya. Jajak pendapat pada tahap ini menunjukkan bahwa jika ada yang bisa menggulingkan Macron, dia bisa. Namun, persaingan tidak dapat diprediksi dan banyak pemilih tetap ragu-ragu tiga bulan sebelum pemilihan.

Jajak pendapat menunjukkan sebanyak sepertiga pemilih dapat memilih salah satu dari dua kandidat sayap kanan dalam putaran pertama pemungutan suara 10 April — Marine Le Pen dan Eric Zemmour, keduanya telah menjadikan retorika anti-imigran sebagai pusat strategi mereka.

Pemerintah Macron juga berusaha membatasi imigrasi, menyerukan aturan UE yang lebih keras dan meningkatkan upaya melawan penyelundupan migran.

Daya beli dan pandemi adalah kekhawatiran pemilih utama lainnya.

Pecresse bertemu Jumat dengan Perdana Menteri kanan-tengah Yunani Kyriakos Mitsotakis, dan akan pergi ke pulau timur Samos pada hari Sabtu, di mana dia akan mengunjungi kamp pencari suaka. Kamp itu dibuka akhir tahun lalu untuk menggantikan fasilitas yang secara dramatis penuh sesak di pulau tempat ribuan orang hidup dalam kemelaratan, kebanyakan dari mereka di kota kumuh yang tumbuh di sekitar kamp resmi.

Yunani telah menjadi salah satu titik masuk utama ke Uni Eropa bagi orang-orang yang melarikan diri dari kemiskinan dan perang di Timur Tengah, Afrika dan Asia, dengan sebagian besar menggunakan penyelundup untuk mencapai pulau-pulau Yunani di dekat pantai Turki.

Tetapi pemerintah telah menindak praktik tersebut dan jumlah kedatangan telah anjlok. Pihak berwenang Yunani mendapat kecaman keras karena melakukan apa yang dikatakan kelompok hak asasi sebagai penolakan – deportasi singkat ilegal terhadap pendatang baru-baru ini tanpa mengizinkan mereka mengajukan permohonan suaka. Pemerintah menyangkal praktik tersebut, tetapi mengatakan bahwa pihaknya dengan tegas berpatroli di perbatasan darat dan lautnya, dan menolak masuknya orang-orang yang ingin melintasi perbatasan secara ilegal.

Kandidat presiden Prancis memuji kebijakan suaka Yunani, mencatat pengurangan dramatis dalam jumlah kedatangan.

“Apa yang telah dilakukan Yunani dalam hal perbatasan benar-benar patut dicontoh,” katanya. “Mereka telah memilih untuk menjadi tegas dan manusiawi.”

Artikel dikutip dan diterjemahkan dari www.euronews.com